Beberapa hari yang lalu kita semua tahu, bahwa telah terjadi peristiwa pengeboman terhadap dua hotel di Jakarta. Semua orang merasa sedih dan menyesalkan atas terjadinya peristiwa itu. Kejadian itu menggambarkan bahwa di negeri ini masih belum sepenuhnya aman dari berbagai gangguan, termasuk gangguan yang datang dari kelompok teroris.
Atas peristiwa itu menjadikan banyak pihak dibikin sibuk, baik kepolisian, tentara, rumah sakit, para tokoh, hingga presiden. Selain itu, juga muncul berbagai analisis, pendapat, pandangan dan bahkan juga dugaan-dugaan tentang banyak hal terkait dengan peristiwa itu. Dampak peristiwa itu sangat luas. Pemeriksaan di mana-mana dilakukan, hingga untuk masuk ke Bandara Udara di beberapa kota harus dilakukan sedemikian ketat, sehingga memerlukan waktu dan antri yang panjang dan lama.
Peristiwa yang menyedihkan itu kini sudah terjadi, atau sudah menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Berandai-andai tentang hal yang sudah lewat, mungkin perlu, tetapi tidak terlalu banyak manfaatnya. Kecuali, hal itu dilakukan oleh pihak berwajib untuk kepentingan penyelidikan dan sekaligus merumuskan strategi pencegahan di masa datang.
Teror sesungguhnya bisa dilakukan oleh siapapun. Dan teror tidak hanya berupa peledakan bom. Teror bisa berbentuk kata-kata, perbuatan dan juga strategi-strategi lainnya untuk mengalahkan dan bahkan menghilangkan pihak lain yang dianggap sebagai musuh. Dampak negatif teror yang bukan berupa bom juga tidak kalah bahayanya. Apapun bentuknya teror memang menggelisahkan banyak orang. Oleh karena itu siapapun mestinya berusaha mencegah tindakan itu, ——teror dalam bentuk apapun, dengan cara yang bisa dilakukannya.
Pendidikan agama selama ini diberikan di setiap lembaga pendidikan, —–baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, pondok pesantren, lembaga pengajian di masyarakat secara luas melalui berbagai media. Melalui pendidikan agama ini diharapkan agar semua pesertanya memiliki watak dan kharakter atau akhlak yang mulia. Tidak pernah ada, pendidikan agama yang mengajarkan tentang bagaimana berbuat kerusakan, merugikan orang lain, menjadikan orang lain gelisah, apalagi teknik-teknik mendholimi orang lain.
Pendidikan Islam mengajak hidup damai, sejahtera, bahagia, baik di dunia maupun di akherat. Bahkan pendidikan Islam mengajarkan agar tatkala meraih kebahagiaan selalu bersama-sama dengan pihak lain. Keberhasilan hidup dalam perspektif Islam, adalah jika keberhasilan itu diraih secara bersama-sama, bukan sebaliknya, yakni tatkala meraih keuntungan pribadi berdampak merugikan pihak lain. Hal yang terakhir ini justru dilarang oleh agama. Karena itulah disebutkan dalam hadits Nabi, bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak berhasil memberi manfaat bagi orang lain.
Merenungkan tentang isi, orientasi, dan tujuan pendidikan agama seperti itu mulianya, maka rasanya menjadi sulit dimengerti, mengapa masih terjadi perilaku merusak dalam berbagai bentuknya di masyarakat, termasuk teror menteror dengan menggunakan bom ini. Oleh karena itu, tatkala terjadi peledakan bom, maka orang mencari jawab dengan cara mengkait-kaitnya dengan peristiwa lain dalam perspektif yang lebih luas di luar pendidikan agama. Misalnya, bahwa peledakan bom itu tidak lepas dari pengaruh ekonomi global, kesenjangan, dan konflik-konflik di berbagai negara di dunia yang terkait dengan agama.
Tetapi terlepas dari jawaban mana yang lebih tepat, menjadikan peristiwa terjadinya bom tersebut sebagai momentum untuk melakukan perenungan mendalam terkait dengan pendidikan, ——tidak terkecuali pendidikan agama, adalah sangat tepat. Peristiwa bom tersebut semestinya dimaknai sebagai bagian dari peristiwa-peristiwa lainnya yang sesungguhnya juga sama bahayanya terhadap kehidupan masyarakat, yang jumlah dan jenisnya sedemikian banyak
Cara pandang ini, memberikan kesadaran bahwa pendidikan sesungguhnya memiliki makna dan dimensi yang sangat luas. Pendidikan bukan hanya menyiapkan agar anak didik memiliki kecerdasan dan ketrampilan kerja. Selain itu semua, pendidikan hendaknya dipandang sebagai upaya agar si terdidik memiliki pandangan yang luas, dan lebih dari itu menyandang sifat arif atau hikmah. Oleh karena itu mengurus pendidikan bukan hanya sibuk dengan urusan terkait dengan persoalan-persoalan teknis seperti ujian nasional, sertifikasi guru dan dosen, penyetaraan, gaji atau upah, dan sejenisnya. Itu semua penting, tetapi pendidikan bukan sebatas itu.
Akhirnya, melalui tulisan ini saya ingin mengajak untuk melakukan perenungan bahwa pendidikan harus kita maknai dalam pengertian yang luas dan mendalam. Pendidikan adalah upaya menanamkan dan membangun kecerdasan, watak, kharakter, kepribadian, perilaku dan akhlak mulia melalui berbagai pendekatan, termasuk uswah hasanah. Sebaliknya pendidikan bukan hanya sebatas memenuhi ketentuan kurikulum, ujian, dan diakhiri dengan pemberian ijazah. Jika pendidikan hanya dimaknai sesederhana seperti itu, maka justru hanya akan menghasilkan, —–kalau bukan teror berupa bom, maka akan melahirkan teroris dalam bentuknya yang lain, yang juga berpotensi merusak kehidupan masyarakat dalam kadar yang lebih dahsyat.
Sebagai warga negara yang dewasa, dalam menghadapi peristiwa apapun yang telah terjadi, harus mampu menerima apa adanya. Tetapi apapun peristiwa itu, harus membawa hikmah yang lebih besar bagi kehidupan selanjutnya. Kita harus berkeyakinan bahwa tidak pernah ada sesuatu peristiwa yang terjadi yang tidak memberi manfaat, khususnya bagi orang-orang yang sabar, ikhlas dan tawakkal. Wallahu a’lam.
Sumber: http://afdhalilahi.blogspot.com/2009/08/fenomena-teroris-indonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar